Kamis, 20 November 2008

Profile Kangdin As Sufi (Ketua Heavenly Healing Team)




Profile :
Ust. Muhammad Salahuddin Al-Bandungi Al-Hafizh
Ketua Heavenly Healing Team (HHT)

Bandung, 7 Agustus 1974
Ditengah malam yang semakin larut dengan diliputi udara kota Kembang, dimana saat-saat tajali Allah turun ke bumi melihat hamba-Nya yang memohon ampunan dan ridho-Nya, seorang ibu sedang berjuang melahirkan seorang anak yang sangat dinantikan. Ibu yang selalu berdo’a agar anaknya menjadi anak yang sholeh, mengingat ketika sedang hamil bermimpi melihat bulan jatuh ke perut sang ibu. Menjelang shubuh terdengar suara tangis bayi yang diiringi rasa syukur dan kebahagiaan bagi pasangan Rasyid Abdul Kadir dan Dedeh Suryawati. Hari itu lahirlah putra ke-3 mereka, yang diberi nama Muhammad Salahuddin yang kini akrab dipanggil Kangdin.


Melihat Hal-Hal yang Aneh


Saat berusia empat tahun, Kangdin kecil sering melihat sesuatu atau makhluk aneh yang ghaib, seperti jin dan ruh-ruh gentayangan. Kadang-kadang sangat menyeramkan, namun ia tidak takut sedikitpun sampai suatu ketika ia berumur 6 tahun, Kangdin sedang berduaan dengan ayahanda di depan jendela atap rumah. Saat itu setelah maghrib ia memandang keluar jendela. Tiba-tiba muncul satu makhluk bersayap yang berbentuk aneh dan mengerikan, seluruh tubuhnya berbulu hitam dengan tinggi sekitar 4 meter, berhidung besar, bertaring, perut besar (buncit), berkulit merah, berambut hitam panjang sampai kaki dengan bola mata merah namun pupil mata berwarna hitam dan bertelinga panjang bertanduk serta mempunyai ekor dibelakangnya. Berdiri di depan Kangdin dengan penuh rasa kebencian. Kemudian makhluk itu terbang entah kemana. Kangdin menanyakan kepada ayahanda apakah melihat makhluk tadi, dan sang ayah hanya menggeleng tidak tahu.
Selain itu Kangdin melihat ada orang meninggal yang sudah dikubur, pada malam harinya kembali ke rumahnya dengan tubuh tercabik-cabik sehingga berlumuran darah dengan pakaian putih yang tercabik-cabik. Kemudian ia juga pernah melihat seekor ular seketika berubah menjadi manusia. Semenjak Kangdin melihat hal-hal aneh tersebut, ia dapat mengobati orang hanya dengan do’a dan air putih saja.


Ujian Mental Berubah Menjadi Kemandirian


Kangdin pun mulai sekolah di SDN 5 Merdeka Bandung, setiap masuk kelas langsung duduk di depan sebelah kanan. “Waktu kecil saya suka membaca buku agama dan bermain bersama teman-teman sekolah” ujar Kangdin yang masih keturunan Syaikh Gunung Jati dan Syaikh Siti Jenar sambil mengingat mas lalunya. Masa kegembiraannya hanya sebentar, karena semenjak ayahanda berpisah dengan keluarganya membuat ia harus menjadi pengganti ayah bagi kedua kakak perempuan dan kedua adik perempuan yang masih kecil. Beban mental yang harus ia tanggung itu membuat ia semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada saat-saat kesedihan itu, ia sering bertemu dengan wali-wali Allah yang sudah meninggal yang di kemudian ia ketahui siapa mereka melalui cerita dan buku-buku agama yang ia baca. Bahkan ketika kelas lima SD Kangdin juga bermimpi untuk pertama kalinya dengan Rasulullah Muhammad SAW. Semenjak itu ia sering menyendiri, tafakur memikirkan makna hidup dan ciptaan Allah SWT, sehingga ia jarang bermain bersama teman-teman. Akhirnya ia sering menjadi bahan cemoohan dan ejekan. Mimpi bersama Rasulullah terus berlanjut sampai ia berumur 17 tahun.


Sekolah Penerbangan di Australia


Usai melanjutkan pendidika di SMPN 5 dan SMA 3 Bandung tahun 1994, Kangdin yang mempunyai hobby bermain sepak bola dan balap ini melanjutkan kuliah ke negara tetangga Australia tepatnya di kota Sydney. Semula ia berfikir alangkah hebatnya jika menjadi seorang pilot, dapat menerbangkan pesawat diatas angkasa nan luas. Namun ternyata itu hanya ada di dalam angan-angan saja. Selama ia belajar dengan serius sampai ia dapat menerbangkan pesawat, ia tidak merasakan sedikitpun kehebatan seperti yang ia angankan. “Kok, Cuma begini aja ya rasanya, tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya”, kenangnya sambil tersenyum. Selama tinggal di Sydney banyak pengalaman menarik yang ditemuinya. Terutama ketika bertemu dengan komunitas muslim yang tinggal disana. Umumnya mereka berasal dari Pakistan, Turki, India, Bangladesh, Asia dan Arab. Ia melihat muslim di sana lebih menjalankan syariat agama sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah SAW. “Saya melihat kehidupan mereka sangat islami dan berkualitas sehingga saya dapat leluasa belajar agama”, terang Kangdin. Setelah itu Kangdin juga sempat belajar agama di Malaysia dan Madinah.


Berdakwah di Antara Deru Godaan


Ternyata kehidupan metropolitan di kota Sydney tidak membuat Kangdin terpengaruh, malahan semenjak ia tinggal di sana semakin banyak hal-hal ghaib yang ia temui. Seiring dengan beratnya cobaan yang harus dijalani, ia pernah melihat orang dengan wajah yang tampak seperti anjing. Bahkan bermimpi bertemu Rasulullah semakin sering, ia menerima pelajaran dari Rasul seperti cara berdzikir, sholat, cara memakai surban dan berpakaian dsb.
Kangdin merasa bahwa jalan hidupnya bukanlah sebagai pilot, akhirnya ia putuskan untuk meninggalkan pendidikan penerbangan tersebut. Kemudian ia menetap di sebuah masjid di daerah Surry Hill. Kangdin pun mulai memakai surban dan berjubah gamis (jubah), satu-satunya pemuda muslim di Australia yang berpenampilan demikian dimanapun dan kapanpun pada saat itu.
Hati nuraninya terus mendesak untuk segera berdakwah. Dimulai dari bis kota, taman-taman, pasar, kereta dan tempat berkumpulnya anak-anak muda, ia berceramah mengajak kepada kebaikan pada remaja di daerah-daerah tersebut. Godaan pun semakin panas terutama dari kaum wanita. Maklumlah mereka penasaran dengan seorang pemuda yang berbeda dengan pemuda lainnya.
Selama tinggal di masjid banyak orang yang datang untuk berobat, berkonsultasi dan meminta do’a kepada Kangdin. Ia melayani mereka dengan sukarela dan Alhamdulillah banyak juga para remaja yang bertobat dan mulai beribadah. Sampai akhirnya dokumen perjalanan habis masa berlakunya, namun itu tidak mengurangi niatnya untuk terus berdakwah di Negara Kangguru itu.


Keanehan lain muncul dalam kehidupannya. Suatu hari ketika ia sedang tafakur sendirian di masjid, ia mendengar bisikan-bisikan di telinganya, yang intinya bahwa ia harus maju terus dalam berjuang di jalan Allah. Sejak kejadian ini Kangdin kadang-kadang dapat berbicara dengan hewan yang oleh Kangdin sendiri tidak tahu kenapa ia dapat melakukannya. Suatu hari sesudah sholat Jum’at, masih di masjid tempat ia tinggal, ia melihat seseorang masih duduk tasyahud menghadap kiblat sendirian di sudut kanan shaf depan. Orang tersebut memakai baju gamis berwarna hijau dan bersurban putih serta badannya diliputi cahaya. Dengan rasa takjub ia mendekati orang tersebut dan orang tersebut menoleh kearah Kangdin. Kangdin terkesima melihat wajah orang tersebut, dimana wajahnya begitu lembut, teduh, penuh kedamaian dan ramah. Belum sempat ia menyapanya, orang tersebut menghilang dari hadapannya.
Begitu juga ketika ia sedang membaca Al Qur’an di dalam masjid, ia melihat seseorang memakai jubah abu-abu dan bersurban hitam dengan penampilan gagah, tegas dan berwibawa lalu datang menghampirinya. Kangdin belum sempat menyapa, orang tersebut menghilang juga dari hadapannya. Semenjak itu Kangdin semakin sering bertemu dengan orang-orang sufi yang masih hidup dan dikunjungi oleh wali-wali Allah yang sudah wafat. Karena semua kejadian itu telah membuat Kangdin mudah menghafal Al Qur’an, sehingga ia hafal 30 Juz.


Bertemu Guru Spiritual


Modernitas dalam kehidupan Kangdin bukan berarti abai terhadap nilai-nilai spiritual. Ia tetap tekun dan konsisten pada landasan moral dan agama. Ini terlihat dari pengejawantahan sikap dan perilaku yang ia terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menimbulkan perhatian bagi seorang warga yang sering datang ke masjid untuk beribadah. Orang tersebut berpenampilan sederhana dan tidak seorangpun dari jemaah masjid yang mengetahui dimana tempat tinggalnya, namun ia selalu hadir dalam setiap peribadatan. Ia datang dan pergi tanpa seorangpun yang memperhatikannya.
Suatu hari Kangdin hendak membaca Al Qur’an seperti biasa ia lakukan untuk memperdalam kajian. Tanpa terpikir olehnya, orang tersebut memanggil Kangdin dan mengajaknya untuk berbincang-bincang. Ia memperkenalkan dirinya Syaikh Jaffar Al-Pakistani dan mengatakan bahwasannya ia sudah lama memperhatikan Kangdin. Semula Kangdin bingung terhadap cerita yang dikatakan oleh Syaikh tersebut, karena ia mengatakan bahwa sering bermimpi bertemu dengan Rasulullah bersama seorang pemuda yang wajahnya sama seperti Kangdin. Setelah itu Kangdin sering bertemu dan belajar kepada Syaikh Jaffar baik didalam maupun diluar lingkungan masjid. Banyak hal yang ia pelajari dari Syaikh Jaffar terutama ilmu-ilmu ghaib.


Kembali Ke Tanah Air


Walaupun hampir 10 tahun berada di Negara-negara luar, Kangdin tidak bisa melepaskan ikatan batinnya dengan Indonesia. Takdir menuntunnya untuk kembali ke tanah air tercinta. Semangat berjuang di jalan Allah mendorongnya untuk mencermati problem yang ada di tanah air yang mengantarnya pada imajinasi dan cita-cita yang besar. Di usianya yang masih muda, Kangdin muncul sebagai sosok pembaharu bagi remaja dan orang tua. Ini tercermin dari ketenangannya menghadapi berbagai hal dan konsistennya terhadap penampakan kemuslimannya. Namun hal ini membuat sebagian ummat muslim mereka-reka, dimana tercermin dari sikap mereka disetiap perjalanan yang dilaluinya. Di tempat-tempat umum ia menjadi pusat perhatian, bahkan dengan penampilan yang demikian ada yang menaruh curiga. Maklumlah selama ini Islam dianggap extrim, teroris dll, padahal ini akibat ketidaktahuan akan syariat dan propaganda musuh-musuh Islam. Untuk menambah keilmuannya, ia melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta.
Kepiawaian Kangdin dalam melihat hal-hal ghoib dan jin, membuatnya dimintai pendapat oleh orang-orang yang dirundung masalah. Baik masalah agama, diganggu oleh Jin sampai pada persoalan ghaib lainnya. Tak jarang ia rela mendatangi sampai ke tempat orang yang membutuhkan bantuan tersebut. Jemaahnya pun bekembang sampai ke Singapura dan Malaysia. Walaupun Kangdin pernah tinggal di daerah Batam, tidak mengurangi keinginan jemaah yang berada di Jakarta, Singapura dan Malaysia untuk menghubunginya.


Ketika Cahaya Menggapai Hati


Tahun 2000 mempunyai makna tersendiri bagi Kangdin, karena pada tahun inilah ia bertemu dengan seorang yang dijanjikan oleh Syaikh Jaffar Al-Pakistani ketika masih di Sydney. Saat itu Kangdin mendapat informasi bahwa ada seorang Syaikh yang akan datang dari Amerika. Dia adalah Syaikh Muhammad Hisyam Kabani berasal dari Beirut Lebanon, seorang ulama besar yang telah berhasil mengajak lebih dari 20.000 non muslim di Amerika untuk bersyahadat. Pendiri As-Sunnah Foundation of America (ASFA), ISCA, Haqqani Foundation, AMA, Kamilat (untuk wanita), aktif berdakwah di universitas-universitas terkenal di Amerika dan aktif member ceramah di konferensi Islam. Selama beliau berdakwah, banyak buku yang telah dibuat dan dipublikasikan. Ketika Syaikh Hisyam Kabani masih berada di Cyprus sebelum sampai ke Indonesia, Kangdin berkirim surat kepada beliau tentang keadaan rohani yang ia alami. Jawaban yang diberikan hanya, “Sampai bertemu di Jakarta”.